If there be no enemy there’s no fight. If no fight, no victory and if no victory there is no crown.
Biografi
- Nama: Thomas Carlyle
- Profesi: Filsuf, Penulis, Esais, Sejarawan, Jurnalis, dan Pengajar
- Kebangsaan: Skotlandia
- Tahun: 1795 - 1881
Thomas Carlyle merupakan seorang filsuf, penulis satire, esais, sejarawan, pengajar, dan jurnalis Skotlandia. Ia hidup di Victorian Era dan banyak memberikan pidato-pidato soal keadaan-keadaan di jaman tersebut.
Pidato terkenal yang pernah ia berikan berjudul On Heroes, Hero-Worship, and The Heroic in History. Karya-karya tersebut banyak menjelaskan bahwa sejarah dibuat oleh tindakan dan usaha yang dilakukan orang-orang hebat.
Tahun 1987, Thomas Carlyle menulis buku The French Revolution: A History. Buku ini kemudian mengilhami seorang penulis besar, Charles Dickens untuk menulis buku A Tale of Two Cities pada tahun 1859. Novel Sartor Resartus tahun 1836 disebut-sebut sebagai salah satu karya terbaik di abad ke 19.
Tak hanya soal pidato, tulisan, dan sastra, Thomas Carlyle juga terkenal akan Carlyle Circle, sebuah metode untuk menyelesaikan persamaan kuadrat pada matematika.
Kehidupan
Thomas Carlyle lahir di Acclefechan, Dumfriesshire. Ayahnya adalah seorang penganut Calvinist yang sangat setia. Ia selalu memberikan ilmu keagamaan pada Thomas Carlyle dari sejak kecil. Ajaran Calvinist inilah yang akhirnya menjadi pengaruh besar dalam filosofi Thomas Carlyle.
Pendidikan awal seorang Thomas Carlyle tidaklah mulus. Ayahnya pernah memasukkan Thomas Carlyle ke Annan Academy. Di sana, ia mengalami bullying dan penyiksaan oleh siswa lainnya. Ia kemudian keluar dari sekolah tersebut setelah 3 tahun.
Ia kemudian menjadi seorang mahasiswa di University of Edinburgh pada tahun 1809 hingga lulus. Setelah lulus, Thomas Carlyle memiliki banyak tujuan dalam hidupnya.
Alih-alih ingin bekerja di kementerian, namun ia malah menjadi seorang guru matematika di kota Annan dan Kirkcardy.
Akhirnya, ia malah menekuni pekerjaannya sebagai seorang penulis. Ia menjadi seorang esais dan ahli Sastra Jerman. Ia juga menerjemahkan novel Wilhelm Meisters Lehrjahre karya Johann Wolfgang von Goethe.
Tahun 1821, Thomas Carlyle semakin yakin akan karir penulisannya. Ia kemudian mempublikasikan karya pertamanya Cruthers and Johnson. Ia juga mempublikasikan esainya Signs of the Times and Characteristics yang mendiskusikan mengenai budaya modern.
Thomas Carlyle membuat gebrakan besar dengan mempublikasikan novel Sartor Resartus tahun 1836. Melalui novel ini, ia turut membangun aliran Trancendentalism bersama dengan Ralph Waldo Emerson.
Tahun 1837, Thomas Carlyle mempublikasikan bukunya yang lain The French Revolution: A History. Buku ini sangat terkenal hingga Charles Dickens menjadikan buku ini sebagai inspirasi utama dalam penulisan novel A Tale of Two Cities.
Thomas Carlyle semakin mengukuhkan dirinya sebagai seorang tokoh sastra pada Era Victoria melalui buku On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History (1841) dan Past and Present (1843).
Tahun 1849, esainya yang berjudul Occasional Discourse on the Negro Question menuai banyak kontroversi.
Ia mengatakan bahwa perbudakan seharusnya tidak dihilangkan ataupun diganti. Perbudakan harus dibudayakan karena akan memaksa orang untuk bekerja. Ia akhirnya dijauhi oleh teman-temannya karena meletakkan isu rasisme di tulisannya.
Biar begitu, kebanyakan tulisan Thomas Carlyle sungguh memukau banyak orang. Pujian mengalir deras atas karya-karyanya tersebut. Selain itu, kegemarannya dalam beramal untuk orang miskin juga menjadi satu aspek yang dipuji oleh orang di sekitarnya.